Friday 18 July 2014

Pengusaha Jepang Akan Kembangkan Budidaya Sidat di Pinrang

Pengusaha Jepang Akan Kembangkan Budidaya Sidat di Pinrang

Benih Sidat Elver

Ikan sidat yang nama latinnya Anguilla sp atau populer dinamakan massaping, merupakan jenis hewan yang potensial untuk dikembangkan di Pinrang. Jenis ikan yang memiliki semacam telinga atau sirip di bagian telinga ini memiliki nama daerah yang berbeda-beda.
Misalnya di Sumatera dikenal dengan nama sogili, di Betawi disebut moa, dan di Sulawesi Selatan dinamakan massaping. Karena bisa hidup di air tawar dan air laut, menjadikan ikan tersebut istimewa. Proses hidup di dua tempat menjadikan ikan sidat memiliki keunggulan gizi dibanding dengan ikan lainnya. Termasuk ikan salmon yang sampai saat ini diklaim memiliki kandungan gizi paling baik.
Bagi orang Jepang, ikan sidat bukanlah makanan biasa. Melainkan makanan termahal yang ada di negeri Sakura. Karena ikan sidat dipandang sebagai masakan kehormatan dan disajikan untuk tamu istimewa.
“Warung-warung di Jepang yang menyediakan menu masakan dari ikan sidat menjualnya dengan harga Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu per porsi. Terdiri dari sepiring nasi plus dua potong ikan sidat,” ungkap G.Kobayashi, Technical Support PT Iroha Sidat Indonesia (ISI) ketika berkunjung di Pinrang, kemarin.
PT ISI merupakan perusahaan Jepang yang bergerak dalam usaha budidaya dan pengolahan ikan sidat di Kabupaten Banyuangi, Jawa timur berencana untuk membuka cabang di Bumi Lasinrang. Menurut G Kobayashi, Kabupaten Pinrang memiliki potensi yang besar dalam pengembangan budidaya ikan sidat, karena merupakan daerah aliran Sungai Saddang yang bermuara di laut selat Makassar.
Menurut Lanusa, petani pengumpul ikan sidat di Rubae, Kecamatan Watang Sawitto, Pinrang, perdagangan ikan sidat antardaerah cukup ketat pengawasannya, karena di daerah lain telah ditemukan penyelundupan ke luar negeri.
“Banyak ikan sidat ukuran konsumsi yang tertangkap di beberapa daerah aliran sungai Saddang di Pinrang. Tidak sembarang untuk melakukan pengiriman sidat ke daerah, karena harus mendapat rekomendasi dari Dinas Perikanan,” jelas Lanusa.
Saat ini pembudidayaan ikan sidat masih mengandalkan benih dari alam. Setelah menghasilkan anak, maka benih sidat terbawa arus dan gelombang laut menuju muara sungai. Selanjutnya bermigrasi ke saluran dan sungai-sungai.
Para nelayan banyak menemukan ikan sidat di sungai yang bermuara ke laut seperti sungai Saddang. Hanya saja, tidak semua benihnya bisa dimanfaatkan karena banyak nelayan yang belum mengerti cara menangkapnya.
Dikatakan G Kobayashi, sekarang ini masalah yang dihadapi oleh pembudidaya ikan sidat adalah daya saing yang ketat dengan produsen dari negara tetangga seperti Vietnam, Korea dan Jepang. Tetapi, pembudidaya di negara-negara tersebut masih mendatangkan benih dari Indonesia.
Untuk melindungi pembudidaya ikan dalam negeri, maka Kementerian Kelautan dan Perikanan mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor PER.19/MEN/2012, tentang larangan bagi siapapun membawa sidat yang berukuran kurang dari atau sama dengan 150 gram per ekor, keluar dari wilayah negara Republik Indonesia.
Tujuannya, melindungi sumber daya benih sidat nasional agar tidak terkuras, serta mendorong budidaya pembesaran dikembangkan di dalam negeri, sehingga menggerakkan perekonomian masyarakat. Larangan ekspor benih sidat tersebut untuk mempermudah pengawasan pihak karantina dalam mencegah ekspor ilegal benih sidat.
Sebelumnya, pengaturan larangan bersifat 3 dimensi, ukuran panjang sampai 35 cm dan/atau berat sampai 100 gram per ekor dan/atau berdiameter 2,5 cm. Tapi sekarang cukup dengan menyebut dilarang mengekspor ukuran kurang atau sama dengan 150 gram. Artinya benih ukuran glass eel (0,17 gram), elfer (3 gram) maupun finger ling (20 gram), haram hukumnya diperdagangkan ke luar negeri
Kepala Dinas Perikanan Pinrang, Budaya yang dikonfirmasi via handphone, kemarin sangat berharap agar para petani mengembangkan ikan sidat ini karena harganya terbilang cukup mahal. “Ini bisa jadi penghasilan tambahan begi petani tambak. Selain sangat diminati warga Jepang, kultur tanah juga mendukung pengembangbiakan ikan sidat ini.” jelas Budaya.

No comments:

Post a Comment